Jakarta, Gotrade News - Pertarungan hukum besar sedang terjadi di Mahkamah Agung AS. Nasib kebijakan tarif global Presiden Donald Trump sedang dipertaruhkan.
Para hakim, termasuk yang konservatif, menunjukkan keraguan besar terhadap penggunaan wewenang darurat oleh Trump untuk memberlakukan pajak impor. Seperti dilaporkan BBC, kasus ini menjadi ujian besar bagi upaya Trump memperluas kekuasaan presiden.
Keraguan di Mahkamah Agung
Fokus utama persidangan adalah penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) tahun 1977. Menurut laporan BBC, Trump menggunakan UU ini untuk membenarkan tarif atas dasar defisit perdagangan AS sebagai "ancaman luar biasa dan tidak biasa".
Defisit perdagangan adalah kondisi di mana suatu negara lebih banyak mengimpor barang daripada mengekspor.
Namun, para hakim tampak skeptis. Hakim Amy Coney Barrett, yang ditunjuk oleh Trump, mempertanyakan mengapa negara-negara seperti Spanyol atau Prancis perlu dikenai tarif.
Hakim Agung John Roberts khawatir wewenang ini bisa memberi presiden kekuatan tak terbatas. Ia khawatir ini bisa berarti presiden dapat mengenakan tarif pada produk apa pun dari negara mana pun, seperti laporan BBC.
Masalah intinya adalah perdebatan semantik. Apakah tarif ini "pajak" atau "alat regulasi"? Konstitusi AS memberikan wewenang pajak kepada Kongres, bukan presiden.
Pengacara pemerintah berargumen ini adalah "tarif regulasi". Namun, Hakim Sonia Sotomayor menepisnya. "Anda ingin mengatakan bahwa tarif bukanlah pajak, padahal jelas-jelas itu adalah pajak," katanya, menurut BBC.
"Rencana B" Gedung Putih Jika Kalah
Jika Mahkamah Agung memutuskan melawan Trump, miliaran dolar pendapatan tarif mungkin harus dikembalikan. Ini bisa menjadi "kekacauan total," catat Hakim Barrett, dikutip oleh BBC.
Namun, jangan mengira ini akan mengakhiri perang dagang Trump. Gedung Putih telah mengkonfirmasi bahwa mereka sedang mempersiapkan "Rencana B," lapor BBC dan AP News.
Faktanya, menurut laporan AP News, para ahli hukum perdagangan percaya Trump dapat membangun kembali lanskap tarifnya menggunakan wewenang lain. "Sulit melihat jalur di mana tarif akan berakhir," kata Kathleen Claussen, profesor hukum perdagangan Georgetown, kepada AP News.
Kebijakan ini telah mengubah perdagangan global. Rata-rata tarif AS telah melonjak dari 2.5% menjadi 17.9% di bawah pemerintahan Trump. Ini adalah level tertinggi sejak 1934, menurut perhitungan Yale University's Budget Lab yang dikutip oleh AP News.
Sederet "Senjata" Dagang Milik Presiden
Jadi, apa saja "Rencana B" tersebut? AP News menguraikan beberapa alat lain yang bisa digunakan Trump.
Pertama, ada Bagian 301 dari Trade Act of 1974. Wewenang ini digunakan untuk melawan "praktik perdagangan yang tidak adil". Ini adalah alat yang sama yang digunakan Trump di masa jabatan pertamanya untuk mengenakan tarif besar-besaran pada barang-barang Tiongkok.
Kedua, Bagian 232 dari Trade Expansion Act of 1962. Ini memungkinkan presiden mengenakan tarif atas impor yang dianggap mengancam "keamanan nasional".
Trump telah menggunakannya untuk baja, aluminium, dan bahkan furnitur. Para ahli mengatakan pengadilan jarang mau menentang keputusan presiden soal keamanan nasional.
Terakhir, ada opsi yang paling drastis. AP News melaporkan administrasi Trump mungkin menghidupkan kembali Bagian 338 dari Tariff Act of 1930.
Ini adalah undang-undang era Depresi Besar yang terkenal (dikenal sebagai tarif Smoot-Hawley). Undang-undang ini mengizinkan presiden memberlakukan tarif hingga 50% pada negara-negara yang mendiskriminasi bisnis AS, dan belum pernah digunakan sebelumnya.
Pada akhirnya, Mahkamah Agung mungkin membatasi cara Trump menerapkan tarif. Tetapi pertarungan ini menunjukkan bahwa era tarif tinggi di AS kemungkinan besar akan tetap berlanjut.
Referensi:
- AP News, Trump has other tariff options if the Supreme Court strikes down his worldwide import taxes. Diakses pada 6 November 2025
- BBC, Conservative justices sharply question Trump tariffs in high-stakes hearing. Diakses pada 6 November 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











