Banyak investor pemula merasa sulit melepas saham yang sudah turun dalam. Bias ini disebut sunk cost fallacy, yaitu kecenderungan menahan keputusan buruk hanya karena sudah terlanjur mengeluarkan modal. Dalam investasi, bias ini membuat investor hold saham rugi terlalu lama bahkan ketika prospeknya sudah jelas memburuk.
Memahami sunk cost fallacy penting agar kamu bisa mengambil keputusan objektif dan tidak terjebak portofolio yang stagnan.
Pengertian Sunk Cost Fallacy
Sunk cost fallacy adalah bias kognitif ketika seseorang terus mempertahankan keputusan yang salah hanya karena merasa sayang dengan biaya yang sudah terjadi.
Menurut Investopedia, sunk cost adalah biaya yang tidak bisa kembali sehingga tidak boleh memengaruhi keputusan berikutnya. Melansir The Decision Lab, bias ini muncul karena manusia takut merasa “membuang” sesuatu, meski keputusan bertahan justru menambah kerugian.
Dalam investasi, sunk cost fallacy membuat seseorang fokus pada uang yang sudah hilang, bukan pada potensi ke depan.
Ciri-ciri Investor yang Terjebak Sunk Cost Fallacy
1. Enggan menjual saham yang performanya memburuk
Investor bertahan karena berharap harga kembali ke modal, padahal fundamental terus melemah.
2. Berkata “nanti juga balik lagi”
Tidak semua saham pulih. Banyak justru turun lebih dalam dan tidak kembali ke harga puncak.
3. Average down tanpa analisis
Investor menambah posisi hanya untuk menurunkan harga modal, bukan karena prospek perusahaan membaik.
4. Fokus pada harga beli, bukan kondisi perusahaan
Padahal harga beli adalah masa lalu dan tidak relevan untuk keputusan ke depan.
5. Merasa rugi kalau keluar sekarang
Secara psikologis benar, tetapi menunda keputusan sering memperbesar kerugian.
Mengapa Bias Ini Sangat Berbahaya?
Pahami dan hindari bias ini karena dapat:
1. Menguras modal
Dana terjebak di saham buruk yang tidak bertumbuh, padahal bisa dialihkan ke aset lebih baik.
2. Bias emosional mengalahkan logika
Investor makin sulit objektif dan mengabaikan data fundamental.
3. Rugi semakin besar
Alih-alih menghentikan kerugian kecil, investor justru memperbesar risiko.
4. Hilang peluang bertahun-tahun
Saham jelek bisa stagnan lama sementara pasar naik.
5. Pertumbuhan portofolio terhambat
Satu saham buruk bisa membebani kinerja seluruh portofolio.
Contoh Sunk Cost Fallacy dalam Investasi
1. Tetap memegang saham yang laporan keuangannya memburuk
Investor merasa harus “balik modal” sehingga bertahan terlalu lama.
2. Menambah posisi saat harga anjlok
Average down dilakukan tanpa analisis apakah perusahaan masih sehat.
3. Bertahan karena faktor emosional
Misalnya rekomendasi teman lama atau nostalgia bahwa saham ini “dulu bagus”.
4. Tidak mau menjual meski perusahaan kehilangan daya saing
Misalnya pendapatan turun, utang meningkat, atau gagal bersaing di industri.
Kenapa Investor Mudah Terjebak?
a. Loss aversion: Kerugian terasa jauh lebih menyakitkan daripada keuntungan bernilai sama.
b. Ego takut salah: Mengakui keputusan salah terasa berat.
c. Harapan berlebihan: Investor percaya harga pasti kembali tanpa melihat data.
d. Fokus pada masa lalu: Padahal keputusan harus berdasarkan prospek, bukan sejarah beli.
e. Pengaruh cerita viral: Cerita “balik modal” sering membuat investor mempertahankan posisi terlalu lama.
Cara Menghindari Sunk Cost Fallacy
1. Fokus pada prospek, bukan harga modal
Tanyakan: “Jika saya belum punya saham ini, apakah saya akan membelinya sekarang?” Jika jawabannya tidak, maka itu tanda bahaya.
2. Tetapkan batas risiko
Misalnya cut loss 10–15 persen jika alasan awal membeli sudah tidak berlaku.
3. Gunakan checklist sebelum mengambil keputusan
Checklist membantu kamu konsisten menilai dengan objektif.
4. Hindari average down tanpa analisis
Lakukan hanya untuk perusahaan kuat yang sedang terkoreksi, bukan perusahaan bermasalah.
5. Pindahkan modal ke aset berkualitas
Daripada menunggu saham buruk pulih, lebih baik pindahkan dana ke saham atau ETF yang kuat.
6. Gunakan data fundamental jangka panjang
Lihat tren pendapatan, margin, dan utang. Jika memburuk 3–4 kuartal berturut-turut, sebaiknya keluar.
Mindset Penting untuk Mengatasi Bias Ini
Rugi kecil lebih sehat daripada rugi besar. Harga modalmu tidak relevan untuk pasar. Tujuanmu bukan membuktikan keputusan lama benar, tetapi menjaga pertumbuhan aset. Kesalahan adalah bagian normal dari investasi selama kamu memperbaikinya.
Contoh Kasus
Misal saham ABC turun 45 persen setahun terakhir. Setelah dicek, pendapatan turun, utang bertambah, dan pangsa pasar menyusut.
Meski kamu sudah menaruh banyak modal, bertahan hanya memperbesar risiko. Keputusan lebih bijak adalah mengalihkan dana ke saham atau ETF berkualitas.
Kesimpulan
Sunk cost fallacy membuat investor menahan saham rugi hanya karena merasa sudah terlanjur mengeluarkan modal. Bias ini sangat merugikan karena membuat keputusan tidak objektif dan menghambat pertumbuhan portofolio.
Dengan fokus pada data fundamental, menetapkan batas risiko, dan berani melepas saham buruk, kamu dapat menghindari jebakan ini dan menjaga portofolio tetap sehat.
Jika kamu ingin membangun portofolio aset berkualitas, Gotrade Indonesia memungkinkan kamu trading saham 24 jam dan dengan modal mulai dari Rp15.000.
Cocok untuk investor yang ingin fokus pada strategi jangka panjang tanpa beban emosional.
FAQ
Apa itu sunk cost fallacy?
Bias ketika investor mempertahankan saham rugi karena merasa sudah terlanjur mengeluarkan modal.
Bagaimana menghindarinya?
Fokus pada prospek, gunakan cut loss, dan alihkan modal ke aset lebih baik.
Apa tanda saham tidak layak dipertahankan?
Fundamental memburuk, utang meningkat, dan alasan awal membeli tidak lagi valid.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.










