Ketika kamu menilai kinerja investasi, sering kali fokus utama ada pada tingkat return. Namun, tinggi rendahnya imbal hasil tidak akan berarti banyak jika risikonya terlalu besar. Salah satu ukuran risiko yang paling penting namun sering diabaikan adalah maximum drawdown (MDD).
Maximum drawdown menunjukkan seberapa besar penurunan nilai portofolio dari puncak tertinggi (peak) ke titik terendah (trough) sebelum akhirnya pulih kembali. Angka ini memberikan gambaran nyata tentang seberapa dalam kerugian yang harus ditanggung seorang investor di periode terburuknya.
Artikel ini akan membahas pengertian maximum drawdown, cara menghitungnya, contoh penerapannya, serta bagaimana menggunakannya untuk mengelola risiko investasi saham dan reksa dana dengan lebih bijak.
Apa Itu Maximum Drawdown?
Maximum drawdown (MDD) adalah ukuran statistik yang menggambarkan penurunan terbesar dalam nilai investasi dari puncak tertinggi ke titik terendah dalam periode tertentu.
Dengan kata lain, MDD membantu kamu memahami seberapa dalam portofolio bisa jatuh sebelum mulai pulih. Ukuran ini sangat berguna untuk menilai stabilitas dan risiko portofolio, terutama bagi investor yang ingin mengetahui potensi kerugian ekstrem.
Rumus Menghitung Maximum Drawdown
Rumus sederhana untuk menghitung maximum drawdown adalah sebagai berikut:
Maximum Drawdown = ((Nilai Puncak − Nilai Terendah) / Nilai Puncak) × 100%
Contoh perhitungan
Misalkan kamu berinvestasi di reksa dana dengan nilai awal Rp100 juta. Dalam 12 bulan, nilainya naik ke Rp120 juta, lalu turun ke Rp84 juta sebelum akhirnya naik lagi ke Rp115 juta.
- Nilai puncak (peak): Rp120 juta
- Nilai terendah (trough): Rp84 juta
Maka:
MDD = ((120 − 84) / 120 × 100% = 30%
Artinya, selama periode tersebut portofolio kamu mengalami penurunan maksimum sebesar 30% dari nilai tertingginya.
Fungsi Maximum Drawdown
1. Mengukur risiko sesungguhnya
Return tinggi sering kali menarik perhatian, tetapi MDD membantu kamu melihat sisi lain, yaitu seberapa besar penurunan yang mungkin harus kamu tahan untuk mencapai return tersebut, melansir Investopedia.
2. Menentukan batas toleransi risiko pribadi
Setiap investor memiliki ambang psikologis berbeda terhadap kerugian. Dengan memahami MDD, kamu bisa menentukan apakah suatu strategi investasi cocok dengan profil risikomu.
3. Membandingkan strategi investasi
Dua reksa dana bisa saja menghasilkan return tahunan yang sama, tetapi yang memiliki MDD lebih kecil biasanya lebih stabil dan efisien dalam mengelola risiko.
4. Alat untuk mengatur alokasi aset
Dengan mengetahui drawdown historis, kamu bisa melakukan rebalancing portofolio untuk mengurangi eksposur pada aset berisiko tinggi.
Hubungan Maximum Drawdown dan Recovery Time
Melansir Corporate Finance Institute, drawdown tidak hanya soal seberapa dalam penurunan terjadi, tetapi juga seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih kembali.
Misalnya, jika portofolio turun 20%, dibutuhkan kenaikan 25% agar bisa kembali ke level semula. Namun, jika turun 50%, butuh kenaikan 100% untuk pulih.
Semakin besar drawdown, semakin sulit dan lama waktu pemulihannya. Karena itu, investor profesional cenderung lebih fokus pada perlindungan modal (capital preservation) daripada hanya mengejar return tinggi.
Maximum Drawdown dalam Analisis Reksa Dana dan Saham
Bagi investor reksa dana, MDD adalah indikator penting untuk menilai kualitas manajer investasi. Reksa dana dengan MDD rendah menunjukkan bahwa manajernya mampu mengendalikan volatilitas pasar dengan baik.
Dalam saham, MDD bisa digunakan untuk menilai seberapa stabil harga suatu perusahaan selama periode volatil. Saham defensif seperti sektor konsumsi biasanya memiliki MDD lebih kecil dibanding saham teknologi yang lebih agresif.
Contoh maximum drawdown
Selama pandemi 2020, indeks S&P 500 sempat turun lebih dari 33% dalam waktu kurang dari dua bulan, ini adalah contoh drawdown ekstrem akibat ketidakpastian global. Namun, dalam setahun kemudian, indeks berhasil pulih dan bahkan mencetak rekor baru.
Investor yang memahami drawdown dan tetap disiplin biasanya bisa memanfaatkan momen seperti ini untuk membeli di harga rendah tanpa panik menjual.
Batas Toleransi Kerugian dan Manajemen Risiko
Mengetahui batas toleransi drawdown pribadi adalah bagian penting dari manajemen risiko. Tidak semua investor siap melihat portofolionya turun 30–40% tanpa panik.
Beberapa strategi untuk mengelola risiko drawdown antara lain:
- Diversifikasi aset: Jangan hanya fokus pada satu sektor atau instrumen. Kombinasi saham, obligasi, dan ETF dapat mengurangi fluktuasi besar.
- Gunakan stop loss: Tentukan batas kerugian per posisi agar tidak berdampak besar ke seluruh portofolio.
- Pantau rasio risk-reward: Pastikan potensi keuntungan sepadan dengan risiko yang diambil.
- Gunakan trailing stop atau hedging: Cocok bagi trader aktif untuk melindungi profit yang sudah diperoleh.
Kesimpulan
Maximum drawdown adalah salah satu indikator paling realistis untuk memahami risiko investasi. Ukuran ini tidak hanya menunjukkan seberapa besar potensi kerugian maksimum, tetapi juga membantu kamu menyesuaikan strategi dengan toleransi risikomu.
Bagi investor yang ingin hasil stabil jangka panjang, memahami drawdown lebih penting daripada sekadar mengejar return tinggi. Karena itu, penting banget untuk mulai diversifikasi untuk menurunkan risiko, misalnya dengan jual beli saham, ETF, dan options lewat Gotrade.
FAQ
Apakah maximum drawdown sama dengan volatilitas?
Tidak. Volatilitas mengukur fluktuasi harga rata-rata, sedangkan drawdown menunjukkan penurunan terbesar dalam periode tertentu.
Apakah MDD bisa digunakan untuk semua jenis investasi?
Ya. MDD dapat diterapkan untuk saham, reksa dana, ETF, hingga portofolio campuran karena sifatnya universal dalam mengukur risiko penurunan nilai.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











