Liquidity Trap vs Credit Crunch: Perbedaan dan Dampaknya ke Pasar Saham

Dalam dunia ekonomi, dua istilah yang sering muncul saat krisis keuangan adalah liquidity trap vs credit crunch. Keduanya sama-sama menggambarkan kondisi di mana sistem keuangan terganggu akibat minimnya perputaran uang, tetapi penyebab dan dampaknya berbeda.

Bagi investor, memahami perbedaan keduanya sangat penting karena keduanya bisa memengaruhi suku bunga, arus modal, dan harga saham secara signifikan.

Dalam artikel ini, Gotrade akan membahas secara lengkap perbedaan liquidity trap dan credit crunch, dampaknya terhadap pasar saham, serta contoh nyata yang terjadi di tahun 2020.

Mengenal Liquidity Trap

Liquidity trap terjadi ketika bank sentral menurunkan suku bunga hingga mendekati nol, tetapi masyarakat dan pelaku bisnis tetap enggan meminjam atau berinvestasi. Uang beredar stagnan karena ketidakpercayaan terhadap kondisi ekonomi, meski likuiditas sebenarnya tersedia.

Melansir Investopedia, fenomena ini biasanya terjadi saat tingkat suku bunga sangat rendah dan preferensi terhadap uang tunai meningkat tajam. Akibatnya, kebijakan moneter seperti pemangkasan suku bunga tidak lagi efektif mendorong pertumbuhan.

Ciri-ciri liquidity trap:

  • Suku bunga mendekati 0%, tetapi inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap lemah.
  • Permintaan kredit rendah meski dana murah tersedia.
  • Investor lebih memilih menyimpan uang tunai dibanding membeli aset berisiko.

Apa Itu Credit Crunch?

Sementara itu, credit crunch atau krisis kredit terjadi ketika lembaga keuangan enggan menyalurkan pinjaman karena kekhawatiran akan gagal bayar. Likuiditas tersedia di sistem, tetapi akses ke kredit menjadi sangat ketat.

Mengutip Investopedia lagi, credit crunch biasanya dipicu oleh krisis kepercayaan antarbank, peningkatan gagal bayar, atau penurunan nilai aset jaminan. Akibatnya, perbankan membatasi pinjaman bahkan untuk bisnis dan individu yang layak kredit.

Ciri-ciri credit crunch:

  • Bank menolak memberikan pinjaman baru atau memperketat syarat kredit.
  • Likuiditas di pasar menurun tajam.
  • Aktivitas ekonomi melemah karena sulitnya akses pembiayaan.

Perbedaan Utama: Liquidity Trap vs Credit Crunch

Aspek Liquidity Trap Credit Crunch
Akar masalah Permintaan uang tinggi, suku bunga terlalu rendah Penawaran kredit terbatas karena kepercayaan rendah
Sumber hambatan Sisi permintaan (masyarakat tidak mau meminjam) Sisi penawaran (bank tidak mau meminjamkan)
Kondisi ekonomi Deflasi atau pertumbuhan sangat lambat Resesi atau ketidakstabilan keuangan
Contoh kasus Jepang 1990-an, AS 2010 Krisis keuangan 2008
Dampak ke saham Investor menahan investasi → pasar stagnan Investor menjual aset → pasar anjlok tajam

Meski sama-sama menyebabkan perlambatan ekonomi, liquidity trap lebih bersifat psikologis (sentimen negatif terhadap risiko), sedangkan credit crunch bersifat struktural (kerusakan sistem keuangan).

Dampak terhadap Pasar Saham

1. Likuiditas Rendah = Valuasi Stagnan

Dalam liquidity trap, perusahaan sulit meningkatkan profit karena konsumsi lemah. Harga saham cenderung stagnan meski suku bunga rendah, karena investor menunggu kepastian pemulihan ekonomi.

2. Volatilitas Tinggi Saat Kredit Macet

Pada credit crunch, perusahaan yang bergantung pada utang akan terpukul paling keras. Harga saham sektor keuangan, properti, dan konsumtif biasanya anjlok lebih dulu.

3. Perpindahan Modal ke Aset Aman

Investor cenderung mengalihkan dana ke aset safe haven seperti emas atau obligasi pemerintah. Akibatnya, likuiditas saham menurun dan indeks pasar melemah.

Bahkan, pada Maret 2020, ketika ketakutan terhadap pandemi memicu kepanikan kredit global, saham-saham finansial turun lebih dari 30%, sementara emas dan Treasury AS justru menguat.

4. Dampak ke Sektor Tertentu

  • Teknologi & Consumer Staples: lebih tahan terhadap likuiditas rendah karena permintaan produk tetap ada.
  • Perbankan & Properti: paling rentan, terutama saat penyaluran kredit menurun.
  • Komoditas & Energi: tergantung pada permintaan global dan harga dolar.

Contoh Kasus: Krisis 2020 dan Dampak ke Saham

Pandemi COVID-19 menciptakan situasi unik: campuran antara credit crunch dan liquidity trap.

  • Credit crunch: terjadi karena perbankan global membatasi pinjaman akibat ketidakpastian ekonomi.
  • Liquidity trap: meskipun bank sentral menurunkan suku bunga dan menambah stimulus, masyarakat tetap menahan belanja.

Indeks S&P 500 sempat jatuh lebih dari 30% pada Maret 2020, sebelum pulih berkat stimulus besar-besaran dari The Fed dan kebijakan likuiditas terbuka.

Ini menjadi pelajaran penting bahwa psikologi pasar dan kebijakan moneter sama-sama berperan besar dalam memulihkan kepercayaan investor.

Strategi Investor Menghadapi Krisis Likuiditas

1. Fokus ke Perusahaan dengan Neraca Kuat

Cari saham dengan cash flow positif, rasio utang rendah, dan cadangan kas besar. Perusahaan seperti ini lebih mampu bertahan dalam periode likuiditas ketat.

2. Diversifikasi ke Aset Defensif

Gabungkan saham defensif seperti healthcare dan consumer staples dengan obligasi atau ETF pasar uang untuk menyeimbangkan risiko.

3. Manfaatkan Koreksi Sebagai Kesempatan

Saat pasar jatuh karena panic selling, investor jangka panjang bisa mulai akumulasi saham unggulan dengan valuasi menarik.

4. Gunakan DCA untuk Disiplin

Teknik Dollar-Cost Averaging tetap efektif dalam kondisi seperti ini; beli rutin dalam nominal tetap agar risiko timing berkurang.

Kesimpulan

Perbedaan antara liquidity trap vs credit crunch terletak pada sumber masalahnya: satu disebabkan oleh kurangnya permintaan uang, satunya lagi oleh terbatasnya penawaran kredit.

Keduanya bisa memperlambat ekonomi dan menekan harga saham, tetapi juga membuka peluang bagi investor disiplin untuk menyiapkan strategi jangka panjang.

Makanya, sebagai trader, selalu pantau saham global, baca sinyal likuiditas pasar, dan investasi langsung di aplikasi Gotrade. Yuk, download sekarang dan kelola portofoliomu dengan strategi yang siap menghadapi segala kondisi pasar!

FAQ

1. Apakah liquidity trap dan credit crunch bisa terjadi bersamaan?

Ya, seperti pada krisis 2020 ketika likuiditas tinggi tetapi kepercayaan pasar sangat rendah.

2. Apakah suku bunga rendah selalu menandakan liquidity trap?

Tidak selalu, selama permintaan kredit dan konsumsi masih tumbuh sehat.

3. Sektor apa yang paling aman saat krisis likuiditas?

Saham defensif seperti healthcare, utilitas, dan consumer staples biasanya lebih tahan.

Disclaimer

PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.


Artikel terkait

Dipercaya

lebih dari

1M+

Trader di Indonesia 🌏

Keamananmu adalah prioritas kami 🔒

Gotrade terdaftar & diawasi

KominfoOJKSOCFintech Indonesia

Penghargaan atas kinerja dan inovasi terdepan!🏅

 

Benzinga Global Fintech Awards 2024
Five Star Award 2024
Highest Trading Volume in Indonesia, 2024
Highest Combined 2022
Mockup Two Phones

Trading Lebih Cepat. Lebih Mudah. Lebih Cerdas.

#ReadyGoTrade

Gotrade Green Logo Top Left
AppLogo

Gotrade