Setiap kali ada perusahaan besar melantai di bursa, investor sering berlomba-lomba ikut membeli saham perdana tanpa banyak analisis. Padahal, kesalahan beli saham IPO bisa berujung pada kerugian besar jika keputusan didasari euforia semata.
Terlebih jika kamu belum memahami valuasi dan prospektus dengan benar, kamu bisa terjebak di harga tinggi.
Karena itu, Gotrade akan membantumu mengenali kesalahan umum saat membeli saham IPO dan cara menghindarinya lewat strategi analisis yang lebih cermat.
Apa Itu IPO dan Mengapa Investor Antusias?
IPO (Initial Public Offering) adalah proses ketika perusahaan menjual sahamnya untuk pertama kali kepada publik di pasar modal.
Proses ini memberi peluang bagi investor ritel untuk memiliki sebagian kepemilikan perusahaan yang sebelumnya hanya dimiliki pendiri atau investor institusional.
Melansir Investopedia, IPO sering menjadi momentum besar karena perusahaan ingin menggalang dana untuk ekspansi, melunasi utang, atau meningkatkan reputasi di pasar. Namun, antusiasme yang tinggi sering membuat harga saham naik tajam di awal, sebelum akhirnya terkoreksi ketika euforia mereda.
Kesalahan Umum Saat Beli Saham IPO
1. Tidak Membaca Prospektus dengan Teliti
Banyak investor membeli saham IPO hanya karena namanya populer atau banyak dibicarakan di media. Padahal, prospektus IPO berisi seluruh informasi penting yang wajib dipahami sebelum membeli.
Isinya meliputi:
- Struktur kepemilikan dan rencana penggunaan dana hasil IPO.
- Laporan keuangan tiga tahun terakhir.
- Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan.
- Valuasi dan harga penawaran saham.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, membaca prospektus membantu investor memahami apakah valuasi wajar atau sudah terlalu mahal dibanding perusahaan sejenis. Jangan hanya bergantung pada hype media atau influencer.
2. Tertipu oleh Euforia Pasar
Ketika IPO besar seperti GoTo, Bukalapak, atau Map Aktif diluncurkan, euforia publik membuat harga saham melonjak tajam di hari pertama. Namun, setelah antusiasme awal berlalu, banyak saham justru mengalami penurunan signifikan.
Euforia ini sering membuat investor melakukan FOMO (Fear of Missing Out), sehingga membeli di harga tinggi tanpa perhitungan.
Cara menghindari:
- Tunggu beberapa hari setelah IPO untuk melihat stabilitas harga.
- Amati minat beli institusional versus ritel.
- Gunakan rasio valuasi seperti PER dan PBV untuk menilai kewajaran harga.
3. Tidak Memahami Lock-Up Period
Banyak investor tidak sadar bahwa pemegang saham lama (seperti pendiri dan investor awal) memiliki masa lock-up period, yaitu periode di mana mereka tidak boleh menjual saham setelah IPO, biasanya antara 3 hingga 6 bulan.
Begitu masa ini berakhir, aksi jual besar-besaran bisa terjadi dan menekan harga saham.
Contoh: Pada IPO Uber Technologies tahun 2019, harga saham turun lebih dari 30% saat lock-up berakhir karena banyak investor awal melepas kepemilikannya.
Cara menghindari: Sebelum membeli saham IPO, cek tanggal berakhirnya lock-up di prospektus. Jika mendekati tanggal tersebut, sebaiknya tunggu sampai tekanan jual mereda.
4. Mengabaikan Kondisi Pasar dan Sektor
IPO yang dilakukan saat pasar sedang bearish atau ketika sektor terkait melemah berisiko lebih tinggi mengalami kinerja buruk. Harga penawaran bisa terlalu tinggi dibanding minat investor yang terbatas.
Sebaliknya, IPO di tengah tren bullish sering mendapat dorongan ekstra dari sentimen positif.
Strategi aman:
- Perhatikan kondisi makroekonomi dan arah suku bunga.
- Bandingkan kinerja sektor perusahaan terhadap indeks sektoral.
- Cek apakah bisnis perusahaan masih relevan dengan tren industri (misalnya teknologi, energi hijau, atau digitalisasi).
Menurut Corporate Finance Institute, timing IPO sering kali menentukan kesuksesannya. Perusahaan cenderung memilih waktu ketika pasar sedang optimistis, namun itu juga berarti valuasi bisa terlalu mahal.
5. Tidak Menilai Valuasi Secara Objektif
Salah satu kesalahan terbesar adalah membeli hanya karena "brand besar" tanpa menghitung valuasi. Banyak IPO menetapkan harga tinggi untuk memaksimalkan dana yang diperoleh, bukan karena bisnisnya memang sepadan.
Cara menilai valuasi IPO:
- Bandingkan rasio PER (Price to Earnings Ratio) dan PBV (Price to Book Value) dengan perusahaan sejenis di sektor yang sama.
- Lihat pertumbuhan laba dan margin operasi.
- Cek proyeksi pendapatan dari prospektus dan realistis tidaknya asumsi yang digunakan.
Contoh: Jika IPO di sektor e-commerce memiliki PER 80x, sementara rata-rata sektor hanya 25x, maka saham tersebut kemungkinan overvalued kecuali memiliki pertumbuhan laba luar biasa.
Tips untuk Investor Ritel
- Gunakan dana dingin. Jangan menggunakan dana darurat atau pinjaman untuk ikut IPO.
- Diversifikasi. Jangan menaruh seluruh modal di satu saham baru.
- Gunakan aplikasi dengan data real-time. Lewat Gotrade, kamu bisa memantau saham global yang baru IPO, menganalisis valuasinya, dan membandingkan dengan perusahaan sejenis.
- Hindari keputusan impulsif. Tunggu hingga harga stabil dan volume perdagangan normal sebelum masuk.
- Perhatikan laporan keuangan pasca-IPO. Perusahaan wajib mempublikasikan kinerja kuartal pertama setelah IPO, ini bisa menjadi indikator kualitas manajemen dan prospek bisnis.
Kesimpulan
Membeli saham IPO memang bisa menjadi kesempatan menarik, tapi juga berisiko jika dilakukan tanpa analisis matang.
Dengan menghindari kesalahan beli saham IPO seperti euforia pasar, salah menilai valuasi, dan mengabaikan prospektus, kamu bisa membuat keputusan investasi yang lebih rasional dan terukur.
Gunakan aplikasi Gotrade untuk memantau dan membandingkan valuasi antarperusahaan, serta membangun portofolio saham berkualitas dengan akses mudah juga aman.
FAQ
1. Apakah saham IPO selalu naik di hari pertama?
Tidak selalu. Meski beberapa naik karena antusiasme, banyak juga yang langsung terkoreksi setelah euforia berakhir.
2. Apakah lebih baik beli saat IPO atau tunggu setelah listing?
Tergantung valuasi dan kondisi pasar. Untuk investor pemula, menunggu beberapa hari hingga harga stabil biasanya lebih aman.
3. Apa risiko utama membeli saham IPO?
Risiko terbesar adalah overvaluasi, volatilitas tinggi, dan kurangnya data historis untuk analisis fundamental.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











