Pernahkah kamu merasa aneh ketika sebuah saham terlihat "berisiko" hanya karena naik terlalu cepat? Faktanya, tidak semua volatilitas itu buruk. Kenaikan harga juga bisa memperbesar deviasi standar. Banyak investor profesional menggunakan Downside Deviation, metrik yang hanya fokus pada volatilitas negatif atau risiko kerugian sebenarnya.
Dalam dunia manajemen risiko modern, Downside Deviation menjadi komponen penting dalam menghitung Sortino Ratio, yang dianggap lebih realistis daripada Sharpe Ratio.
Nah, lalu bagaimana cara kerja dan menggunakan downside deviation? Ketahui selengkapnya dalam pembahasan Gotrade di bawah ini.
Apa Itu Downside Deviation?
Downside Deviation adalah ukuran statistik yang menghitung seberapa besar variasi return negatif suatu investasi dibandingkan target return yang diharapkan (biasanya 0% atau risk-free rate).
Melansir Investopedia, metrik ini membantu investor mengukur risiko "kerugian aktual" alih-alih menghitung semua pergerakan harga, baik naik maupun turun.
Semakin tinggi nilai downside deviation, semakin besar potensi investasi mengalami kerugian di bawah tingkat return minimum yang diharapkan.
Rumus Umum
Downside Deviation = ∑t=1n min(Rt - T, 0)2 / n
Di mana:
- Rt = return aktual pada periode ke-t
- T = target return (misalnya 0% atau risk-free rate)
- n = jumlah periode
Contohnya, jika sebuah portofolio mencatat return bulanan: 4%, -3%, 2%, -1%, dan target return 0%, maka hanya return negatif (-3% dan -1%) yang digunakan dalam perhitungan.
Hasilnya akan menunjukkan seberapa "dalam" dan "sering" return berada di bawah target, inilah inti dari risiko yang ingin dihindari investor.
Bedanya Downside Deviation dan Deviasi Standar
Keduanya sama-sama mengukur volatilitas, tetapi fokusnya berbeda:
Aspek | Deviasi Standar | Downside Deviation |
---|---|---|
Arah pergerakan | Menghitung semua variasi return, naik maupun turun | Hanya menghitung variasi negatif (return di bawah target) |
Fokus risiko | Volatilitas umum | Risiko kerugian aktual |
Cocok untuk | Aset dengan distribusi return simetris | Aset yang cenderung naik-turun tidak seimbang |
Kelemahan | Bisa "menghukum" return positif | Lebih kompleks untuk dihitung |
Menurut Corporate Finance Institute (CFI), penggunaan downside deviation lebih relevan untuk menilai kinerja manajer investasi atau portofolio karena hanya memperhitungkan volatilitas yang benar-benar merugikan investor.
Hubungan dengan Sortino Ratio
Downside Deviation sering digunakan dalam menghitung Sortino Ratio, yaitu versi penyempurnaan dari Sharpe Ratio.
Sortino Ratio = (Rp - Rf) / Downside Deviation
Di mana:
- Rp = return portofolio
- Rf = risk-free rate
Sortino Ratio menilai seberapa efisien portofolio menghasilkan return dibandingkan risiko negatifnya. Semakin tinggi rasionya, semakin baik performa investasi dalam memberikan return tanpa terlalu banyak risiko kerugian.
Contoh
Portofolio A: return 10%, downside deviation 5% → Sortino = 2.0
Portofolio B: return 10%, downside deviation 8% → Sortino = 1.25
Portofolio A lebih efisien karena memberikan return sama dengan risiko negatif lebih kecil.
Kapan Downside Deviation Lebih Relevan
- Portofolio dengan distribusi return tidak simetris: Aset seperti saham pertumbuhan (growth stocks) sering menunjukkan volatilitas besar ke atas, tetapi tidak selalu berarti berisiko tinggi.
- Analisis strategi dengan proteksi risiko: Strategi seperti options hedging atau portofolio defensif lebih cocok dievaluasi menggunakan downside deviation karena tujuan utamanya meminimalkan kerugian.
- Investor yang berorientasi pada perlindungan modal: Jika fokus kamu bukan hanya mengejar return, tetapi juga menjaga nilai investasi saat pasar turun, metrik ini lebih tepat dibanding deviasi standar biasa.
- Periode pasar dengan volatilitas tinggi: Saat pasar penuh ketidakpastian (seperti tahun 2020 atau 2022), downside deviation memberikan gambaran lebih realistis terhadap risiko sesungguhnya.
Kelebihan dan Keterbatasan
Kelebihan:
- Lebih fokus pada risiko nyata (loss-focused).
- Menghindari distorsi dari pergerakan harga positif.
- Cocok untuk investor konservatif dan manajer risiko profesional.
Keterbatasan:
- Perhitungan lebih rumit dibanding deviasi standar.
- Butuh data return historis yang konsisten.
- Tidak memperhitungkan frekuensi ekstrem jika tidak disertai analisis tail risk.
Menurut Analyst Prep, downside deviation bukan pengganti total risiko, tetapi pelengkap penting untuk memahami kualitas performa investasi secara lebih dalam.
Kesimpulan
Downside Deviation adalah metrik yang mengukur risiko "nyata", hanya menghitung volatilitas negatif di bawah target return.
Berbeda dari deviasi standar yang memperlakukan semua fluktuasi sebagai risiko, downside deviation memberikan pandangan lebih akurat terhadap potensi kerugian yang sebenarnya.
Sebelum mulai trading, pelajari metrik-metrik penting seperti downside deviation, Sortino ratio, dan risk-adjusted return agar keputusan investasimu di Gotrade lebih cerdas, terukur, dan profesional.
Sudah siap? Yuk, download aplikasinya dan bangun portofolio investasi globalmu hari ini!
FAQ
Apa itu downside deviation?
Downside deviation mengukur variasi negatif return investasi, yaitu seberapa sering dan besar return berada di bawah target yang diharapkan.
Apa bedanya downside deviation dan deviasi standar?
Deviasi standar menghitung semua fluktuasi harga, sedangkan downside deviation hanya menghitung penurunan nilai atau risiko kerugian aktual.
Kapan downside deviation sebaiknya digunakan?
Saat kamu ingin fokus pada risiko kerugian nyata, terutama dalam analisis portofolio konservatif atau strategi risk management.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.