Bagi investor yang berinvestasi di sektor perbankan, memahami capital adequacy ratio (CAR) adalah hal yang penting.
CAR bukan sekadar angka di laporan keuangan. Rasio ini mencerminkan stabilitas permodalan bank, kemampuan menghadapi kredit macet, dan ketahanan terhadap gejolak ekonomi.
Maka, Gotrade akan membantumu memahami apa itu CAR, cara menghitungnya, serta mengapa regulator dunia menempatkannya sebagai tolok ukur utama kesehatan perbankan.
Definisi Capital Adequacy Ratio
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang mengukur kemampuan modal suatu bank dalam menutupi risiko kerugian dari aset-asetnya.
Dengan kata lain, CAR menunjukkan seberapa kuat modal bank dibandingkan risiko yang dihadapi dari aktivitas penyaluran kredit atau investasi.
Melansir Investopedia, CAR dihitung dengan membandingkan modal bank terhadap aset tertimbang menurut risiko (risk-weighted assets). Semakin tinggi CAR, semakin sehat posisi keuangan bank karena memiliki bantalan modal yang cukup untuk menanggung potensi kerugian.
Rumus dan Komponen CAR
Rumus dasar CAR adalah:
CAR = (Modal / Aset Tertimbang Menurut Risiko) × 100%
Komponen utama dalam perhitungannya meliputi:
- Modal (Capital): terdiri dari Tier 1 Capital dan Tier 2 Capital.
- Tier 1 Capital mencakup modal inti seperti modal disetor dan laba ditahan.
- Tier 2 Capital meliputi modal pelengkap seperti cadangan revaluasi aset, subordinated debt, dan instrumen hibrida.
- Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR): adalah total aset bank yang dikalikan dengan bobot risiko masing-masing. Misalnya, kredit tanpa jaminan memiliki bobot risiko lebih tinggi dibanding obligasi pemerintah.
Contoh perhitungan CAR
Sebuah bank memiliki modal sebesar Rp100 triliun dan total aset tertimbang risiko Rp800 triliun, maka:
CAR = (100 / 800) × 100% = 12,5%
Nilai ini menunjukkan bank tersebut memiliki modal yang cukup untuk menanggung risiko sebesar 12,5% dari total aset berisiko.
Standar Minimum Berdasarkan Basel III
Menurut Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), standar global Basel III menetapkan bahwa bank wajib memiliki CAR minimal 8%, namun setiap negara dapat menyesuaikan sesuai kondisi domestiknya.
Di Indonesia, OJK dan Bank Indonesia menetapkan standar CAR minimum sebesar 12% untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Selain itu, Basel III juga memperkenalkan beberapa komponen tambahan seperti:
- Capital Conservation Buffer (CCB): tambahan modal 2,5% untuk menghadapi tekanan pasar.
- Countercyclical Buffer: modal tambahan yang diaktifkan saat siklus kredit meningkat pesat.
- Leverage Ratio: rasio pengawasan tambahan untuk mencegah eksposur berlebihan di luar neraca.
Mengapa CAR Penting bagi Investor?
1. Mengukur ketahanan bank terhadap krisis
Bank dengan CAR tinggi menunjukkan kemampuan menanggung kerugian tanpa mengganggu likuiditas atau kepercayaan nasabah. Dalam kondisi ekonomi tidak pasti, bank dengan CAR kuat lebih aman bagi investor jangka panjang.
Contoh:
Selama pandemi COVID-19, bank-bank besar di Indonesia tetap mencatat CAR di atas 20%, jauh di atas standar minimum. Hal ini menjadi alasan utama mengapa saham sektor perbankan tetap diminati meski ekonomi sedang melambat.
2. Menunjukkan efisiensi dan manajemen risiko
CAR juga menunjukkan seberapa efisien manajemen bank dalam menyalurkan kredit. Jika CAR terlalu tinggi, artinya bank terlalu berhati-hati dan mungkin tidak memaksimalkan profitabilitas. Namun jika terlalu rendah, bank berisiko tinggi menghadapi potensi gagal bayar.
Investor yang cerdas biasanya mencari keseimbangan: CAR antara 15–20% dianggap ideal, cukup aman, tetapi tetap agresif untuk tumbuh.
3. Menjadi sinyal kepercayaan investor asing
Bank dengan permodalan kuat biasanya menarik lebih banyak investor institusional dan asing. CAR tinggi mencerminkan tata kelola yang baik, manajemen risiko yang disiplin, dan daya tahan terhadap gejolak global.
Melansir Corporate Finance Institute (CFI), investor global menjadikan CAR sebagai indikator utama dalam memilih saham bank di pasar emerging markets seperti Indonesia.
Dampak CAR terhadap Harga Saham
Kinerja CAR sering memengaruhi persepsi pasar terhadap nilai saham bank.
- CAR naik: biasanya dianggap sinyal positif karena menunjukkan manajemen risiko yang sehat.
- CAR turun signifikan: bisa memicu kekhawatiran investor akan potensi kerugian dan tekanan likuiditas.
Namun, perlu diingat bahwa CAR bukan satu-satunya faktor. Rasio lain seperti ROA (Return on Assets), NPL (Non-Performing Loan), dan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) juga perlu dianalisis bersamaan untuk menilai kinerja menyeluruh.
Cara Investor Menggunakan CAR dalam Analisis
- Bandingkan antarbank: Lihat posisi CAR dari beberapa bank besar di sektor yang sama.
- Perhatikan tren CAR tahunan: Konsistensi di atas standar menunjukkan manajemen permodalan yang kuat.
- Analisis bersama profitabilitas: Bank dengan CAR tinggi dan ROE stabil biasanya memiliki model bisnis sehat.
- Pantau laporan kuartal: Data CAR dipublikasikan setiap kuartal di laporan keuangan bank yang terdaftar di bursa.
Kesimpulan
Capital adequacy ratio (CAR) adalah indikator vital untuk menilai kesehatan dan stabilitas bank. Semakin tinggi CAR, semakin kuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko keuangan dan menjaga kepercayaan investor.
Bagi investor saham perbankan, memahami rasio ini bisa menjadi dasar penting sebelum mengambil keputusan.
Lakukan analisis laporan keuangan dan bandingkan performa bank global dengan data real-time agar strategi investasimu lebih terukur. Lakukan semua itu menggunakan Gotrade apps, dapatkan dan daftarkan akunmu sekarang!
FAQ
1. Berapa CAR ideal untuk bank di Indonesia?
Sekitar 15–20% dianggap ideal. Di bawah 12% berpotensi menandakan risiko tinggi, sementara di atas 25% bisa menunjukkan penggunaan modal kurang efisien.
2. Apakah CAR yang tinggi selalu bagus?
Tidak selalu. CAR terlalu tinggi bisa berarti bank terlalu konservatif dalam menyalurkan kredit.
3. Bagaimana investor bisa memantau CAR?
Melalui laporan keuangan triwulanan bank yang dipublikasikan di situs BEI atau aplikasi investasi seperti Gotrade.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











